DAHLAN ISKAN: Petani Garam Didorong Terapkan Geomembran
BANDUNG—Menteri BUMN mendorong petambak garam lokal agar menggunakan teknologi geomembran yang terbukti dapat meningkatkan produksi (kualitas dan kuantitas) seperti yang diterapkan PT Garam.
Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan hasil produksi garam di daerah Madura meningkat signifikan setelah menerapkan teknologi geomembran dalam proses bertambak garam.
“Rencananya teknologi serupa [geomembran] akan diterapkan di tambak garam di daerah NTT karena kawasan tersebut memiliki musim panas yang lebih lama [9 bulan],” katanya di Bandung, Rabu (14/11/2012).
Dahlan menuturkan lemahnya penyerapan garam lokal khususnya untuk keperluan industri disebabkan garam lokal belum memenuhi standar kualitas garam yang ditentukan. Hal itu, tidak lepas dari proses budidaya yang masih menggunakan cara tradisional (nonteknologi).
“Padahal kebutuhan garam untuk industri mencapai 1,2 juta ton per tahun, dan hingga saat ini masih mengandalkan garam impor,” tuturnya.
Dihubungi terpisah, Kabid Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cirebon Supardi mengungkapkan penerapan teknologi geomembran jelas sangat dibutuhkan petambak garam khususnya di Kabupaten Cirebon karena kualitas lahan tambak yang tidak merata (lumpur dan pasir) membuat proses pengolahan lebih lama sampai bisa menghasilkan garam.
“Dengan teknologi geomembran tentu hasil produksi bisa lebih merata karena proses budidayanya menggunakan media [terpal] dan tidak langung bersentuhan dengan tanah tambak,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (Apgasi) Jawa Barat M Taufik menegaskan teknologi geomembran sebagian telah diterapkan di tambak garam di Jawa Barat khususnya Kecamatan Suranenggala dan Kapetakan Kabupaten Cirebon.
Dia menjelaskan peningkatan produksi garam dengan geomembran bisa dua kali lebih banyak jika dibandingkan dengan budidaya tradisional, yakni bisa mencapai 150-200 ton per hektare, sedangkan dengan cara tradisional produksinya hanya 70-90 ton per hektare.
“Petambak garam di Jabar belum semua menerapkan teknologi geomembran karena perlu investasi yang cukup besar sekitar Rp21 juta per hektare,” ungkapnya.
Taufik bersama sejumlah petambak garam di daerah Kecamatan Suranenggala dan Kapetakan Kabupaten Cirebon telah memadukan berbagai teknologi budidaya garam seperti teknologi ulir, ramsol, geomembran dan bunker yang menyempurnakan teknologi geomembran.
Menurut dia, teknologi geomembran dari PT Garam sebenarnya kurang maksimal dalam proses penguapan air tambak. “Dengan teknologi bunker, kelemahan yang dimiliki geomembran [proses penguapan] bisa diatasi,” tegasnya. (k3/k29/msb)
0 komentar:
Posting Komentar